Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Siapa yang tahu, hati Mariana?

Yang aku takutkan, adalah ketika aku meninggalkan anakku dengan kesepian Siapa yang mampu membunuh kesepian? Bahkan kami telah berusaha berkali-kali, mendatangkan seorang teman Harapan muncul, tiga kali Namun tenggelam, juga tiga kali Jika tidak diakhiri, akan berapa kali lagi, entah... Aku juga pernah di posisi anakku, namun aku orang yang beruntung Aku bertetangga dengan sepupuku Kami saling mendukung, tidak ada yang merundung Istriku lebih dapat menemukan kebahagiaan dalam kesendirian Sementara aku, tak lebih dari seorang yang selalu beruntung Beritahu aku, apakah uang dapat membunuh kesepian? Akan kuusahakan jika bisa, dengan cara apa, entah... Sebagai manusia, aku tahu berapa dalamnya Palung Mariana Namun, sebagai manusia siapa yang tahu isi hati Mariana?

Dalam Kata yang Lebih Singkat Lagi

Okelah jika kamu memang tahu banyak masalah ekonomi, teknologi, ataupun tempat-tempat terbaik untuk liburan. Kamu memang pantas tahu banyak soal itu. Ya, karena kamu terbiasa dekat dengan hal seperti itu. Iya kan? Kamu sering ikut seminar, kamu banyak baca buku, kamu juga sering jalan-jalan, bahkan ikut suatu komunitas. Namun agak geli jika kamu berbicara tentang "agama itu seharusnya begini, bukan begitu" atau "agama itu jangan dibikin ribet, itu urusan Tuhan". Padahal, hati kamu tidak pernah terpaut ke masjid, padahal kamu belum tentu barang selembar membaca kitab suci dalam seminggu. Istilahnya, kamu itu kalau dalam ekonomi baru belajar teori bahwa ekonomi adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya seminim mungkin. Dalam teknologi, kamu baru belajar tentang sebuah pesawat sederhana, atau kalau jalan-jalan kamu tuh baru mengunjungi puncak ato monas. Jadi intinya kamu tuh baru belajar sedikit tapi udah ngerasa jago. Oke, dalam kata yang leb...

Ya,... Harusnya Kena Pajak, lah...

“Sist, yang ini barangnya masih ada?”, “Harganya berapa?”, “Cek inbox ya, say…” Percakapan tersebut hampir selalu dapat dijumpai oleh setiap orang yang aktif di media sosial. Namanya juga media sosial, maka pemakaiannya pun juga digunakan untuk aktvitias sosial manusia, tak terkecuali bertransaksi jual-beli. Konon, para pelaku e-commerce di media sosial ini ada yang bisa jalan-jalan ke luar negeri minimal dua kali dalam setahun. Tak terbayang banyaknya perputaran uang yang terjadi dari e-commerce di media sosial ini. Potensi perpajakannya juga. Namun, pengenaan pajak kepada para pelaku e-commerce ini masih rendah. Setidaknya ada tiga alasan yang menyebabkan pengenaan pajak tersebut rendah, yaitu, karena memang rendahnya kesadaran perpajakan para pelaku e-commerce , transaksi di media sosial yang sulit terlacak, dan Pemerintah enggan membangun trust di media sosial lewat iklan di media tersebut. Hal pertama yang menjadi alasan rendahnya pengenaan pajak dari e-commerce di media s...