Langsung ke konten utama

April 2015, Saya Masih Punya Hati, Kan?

Sebenarnya keadaan ini dimulai dari akhir tahun lalu, ketika Pemeritah menaikkan harga BBM, mencabut subsidi BBM, mengalihkan subsidi BBM—atau apalah namanya. Secara pribadi saya setuju tentang pengurangan subsidi BBM karena saya menganggap subsidi ini sudah tidak seharusnya lagi. Subsidi BBM paling banyak dinikmati di kota-kota besar, terlebih lagi di pulau jawa, yang SPBU-nya ada di setiap kecamatan. Untuk menggerakkan perekonomian katanya. Pikirkan saja sendiri, yang lebih butuh BBM untuk menggerakkan perekonomian di mana. Setidaknya itu dasar pemikiran saya tentang pengurangan subsidi BBM.

Bagaimana dengan sebagian orang dengan ekonomi lemah maupun ekonomi menuju lemah? Tidak punya hatikah saya? Sampai saat ini saya masih tidak tahu jawabannya. Saya tidak punya hati?  Ini ujian. Saya meyakinkan diri saya, bahwa ini adalah ujian ekonomi. Dalam kurva penawaran dan permintaan, harga keseimbangan akan bergerak bergantung dari pergerakan permintaan dan penawaran. Setidaknya itu dasar pemikiran saya selanjutnya.

Hei, hukum permintaan dan penawaran itu akan berlaku kalau itu bukan barang pokok! Apakah iya? Saya juga memang tidak terlalu tahu, saya cuma pernah menjadi seorang mahasiswa ekonomi jadi-jadian. Cuma mahasiswa yag pernah belajar ilmu teori ekonomi. Cuma sok tahu, sok menganalisis ini-itu secara dangkal.

Apakah saya tidak punya hati? Hati saya berkata, seharusnya para pengambil kebijakan memang tidak tinggal diam. Menghilangkan, mengurangi, mencabut subsidi BBM akan memang akan membuat masyarakat terkejut. Mereka akan terus menyalahkan Pemerintah, menuduh ini-itu. Tentu saja untuk menstabilkan pasar, untuk meredam gejolak, Pemerintah harus melakukan intervensi. Ahh… normatif memang. Klise!


Tak apalah, saya masih punya hati, kan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sampai jumpa kembali...!

Alhamdulillah, saya patut bersyukur bahwa selama saya masuk di dunia kerja, saya bertemu dengan para atasan langsung yang luar biasa. Dedikasi dan kapabilitasnya sungguh sangat menginspirasi saya. Namun sebagaimana statistik, selalu saja ada pencilan. Harap dimaklumi.  Wawasan saya tentang atasan paling baik hanya terbatas pada Bu Evi Karmilah. Beliau adalah seorang veteran di bidang migas. Kalau tak salah dari pertama penempatan sampai jadi Kasi, beliau selalu di migas. Bukti kehebatan beliau adalah, beliau lah yang merancang hampir semua kertas kerja migas sampai akhirnya dilakukan penyesuaian oleh veteran lainnya, yaitu mas Yudi. Hidup yang terus bergerak maju akhirnya mengharuskan saya menembus batasan wawasan saya. Ternyata ada Kasi yang lebih hebat dari Bu Evi. Jika saja beliau mempunyai waktu yang sama dengan Bu Evi, saya yakin pengetahuan beliau akan melampaui Bu Evi. Tipe bekerjanya mirip, kecepatan pemahaman akan hal baru sangat cepat, biarpun tidak sampai sedetil Bu Evi....

Pemimpin itu...

lima nama yang saya idolakan sebagai pemimpin. 1. Tan Malaka Tan malaka adalah seorang pemberani dan seorang pemimpin pergerakan yang revolusioner. Bisa dibilang, saat itu Tan Malaka adalah seorang pemberontak yang sebenar-benarnya, karena sangat berani memperjuangkan nilai-nilai yang sangat dia yakini.  Dalam hal patriotisme, Tan Malaka adalah inspirasi saya. Karir pergerakan Tan Malaka dimulai dari pengalamannya saat menjadi guru bagi para buruh tebu. Tan Malaka kala itu tak mampu menahan amarahnya atas perlakuan tidak adil Belanda terhadap kaum pribumi. Berawal dari itu, Tan Malaka berusaha untuk terus melawan penjajahan Belanda dengan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia seratus persen. Dalam kehidupan pergerakannya, Tan Malaka bergabung dengan Partai Komunis Hindia yang kala itu berjalan dengan seadanya. Singkat cerita, Tan Malaka berhasil membuat Partai Komunis diperhitungkan Pemerintah Hindia Belanda sebagai partai pergerakan yang berbahaya. Tan Malaka terus meyaki...

Pertama

This is the first time! The first step! Pecah telur! Belah duren! Apapun istilahnya, inilah yang berhasil saya tulis pertama kali dalam blog ini. Saya ingin menulis lebih banyak lagi. Ingin menuangkan ide-ide lainnya. Sudah saatnya saya bukan hanya memperhatikan. Bukan hanya diam ataupun mengoceh sendiri. Saatnya menuangkannya! Untuk diri saya sendiri, Selamat!!!!