Langsung ke konten utama

Ada Logika Gak Nyambung Dari Tarif Pajak

Ada logika gak nyambung dari tarif pajak. Melalui Menteri Keuangan, Pemerintah seringkali mengatakan bahwa negara membutuhkan kontribusi para warga negaranya untuk taat membayar pajak. Pajak dibutuhkan untuk membiayai pembangunan, katanya. Setiap rupiah yang kita kontribusikan melalui pajak ke negara akan sangat berarti. Tapi koq, pemerintah baru-baru ini menurunkan tarif pajak bagi UMKM yang tadinya 1% menjadi 0,5%? Apa gak tambah kecil pajak yang diterima negara? Terus membiayai pembangungan dari mana? Oke, ada tiga alasan mengapa tarif pajak ini turun. Yang pertama, memberikan rasa keadilan kepada para pelaku UMKM. Kedua, Pemerintah ingin menambah basis data perpajakan. Ketiga, supaya UMKM lebih berperan dalam meningkatkan perekonomian nasional.

Pertama, yang kita tahu selama ini, tarif pajak diberlakukan progresif. Makin tinggi penghasilan seseorang, semakin tinggi pula tarif pajaknya. UMKM seringkali dirintis oleh orang yang berpenghasilan pas-pasan. Kemudian dengan modal nekat, mereka mendirikan UMKM dengan harapan hasil dari UMKM tersebut dapat menghidupi mereka. Menurut orang pajak, ada 4 asas pemungutan pajak dari Adam Smith yang kapitalis itu. Salah satu asasnya adalah keadilan. Asas ini memberikan penekanan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kemampuan si pembayar pajak. Karena pembayar pajak ini para UMKM yang kebanyakan adalah masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah, maka tarif pajak pun disesuaikan dengan kemampuan dan penghasilan para pelaku UMKM.

Kedua, kalau kita ingin membeli suatu barang yang sudah lama diidam-idamkan, tapi harga barang itu mahal, kemudian kita dikasih diskon setengah harga buat barang itu, masa’ iya kita gak beli? Selama ini, banyak juga dari pelaku UMKM yang ingin sekali berkontribusi bagi pembangunan negara namun mereka terlebih dulu takut dengan tarifnya. Apalagi, tarif pajak UMKM dihitung dari omzet dan bersifat final, yang artinya mau rugi ataupun untung, pajak tetap bayar. Nah, para pelaku UMKM yang tadinya ingin berkontribusi tetapi takut dengan tarifnya, menjadi tidak takut lagi. Pelaku UMKM yang sudah tidak takut, akan mulai datang ke kantor pelayanan pajak dan mendaftar NPWP. Akhirnya, basis data perpajakan dapat meningkat dan dapat digunakan oleh pemerintah untuk melakukan intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan di kemudian hari.


Ketiga, dengan tarif perpajakan yang baru, UMKM bisa mengalokasikan dana yang tadinya untuk membayar pajak ke investasi aset yang membuat usaha mereka berkembang. Usaha yang berkembang tentu saja membutuhkan bahan baku dan pekerja yang lebih banyak. Kebutuhan pekerja yang lebih banyak akan menyerap pengangguran sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Di sini, efek dari berkembangnya suatu UMKM juga bisa merembet ke UMKM lainnya. Pemasok bahan baku juga pasti akan memerlukan pekerja yang lebih banyak karena pesanan dari UMKM rekanannya bertambah banyak.

Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan logika penurunan tarif pajak jika memerhatikan rasa keadilan terhadap UMKM, peningkatan data basis pajak, dan potensi peningkatan perekonomian nasional. Dengan penurunan tarif pajak tersebut, malah kinerja perpajakan makin bisa ditingkatkan, kontribusi dari UMKM terhadap pembangunan juga akan semakin nyata.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sampai jumpa kembali...!

Alhamdulillah, saya patut bersyukur bahwa selama saya masuk di dunia kerja, saya bertemu dengan para atasan langsung yang luar biasa. Dedikasi dan kapabilitasnya sungguh sangat menginspirasi saya. Namun sebagaimana statistik, selalu saja ada pencilan. Harap dimaklumi.  Wawasan saya tentang atasan paling baik hanya terbatas pada Bu Evi Karmilah. Beliau adalah seorang veteran di bidang migas. Kalau tak salah dari pertama penempatan sampai jadi Kasi, beliau selalu di migas. Bukti kehebatan beliau adalah, beliau lah yang merancang hampir semua kertas kerja migas sampai akhirnya dilakukan penyesuaian oleh veteran lainnya, yaitu mas Yudi. Hidup yang terus bergerak maju akhirnya mengharuskan saya menembus batasan wawasan saya. Ternyata ada Kasi yang lebih hebat dari Bu Evi. Jika saja beliau mempunyai waktu yang sama dengan Bu Evi, saya yakin pengetahuan beliau akan melampaui Bu Evi. Tipe bekerjanya mirip, kecepatan pemahaman akan hal baru sangat cepat, biarpun tidak sampai sedetil Bu Evi....

Pemimpin itu...

lima nama yang saya idolakan sebagai pemimpin. 1. Tan Malaka Tan malaka adalah seorang pemberani dan seorang pemimpin pergerakan yang revolusioner. Bisa dibilang, saat itu Tan Malaka adalah seorang pemberontak yang sebenar-benarnya, karena sangat berani memperjuangkan nilai-nilai yang sangat dia yakini.  Dalam hal patriotisme, Tan Malaka adalah inspirasi saya. Karir pergerakan Tan Malaka dimulai dari pengalamannya saat menjadi guru bagi para buruh tebu. Tan Malaka kala itu tak mampu menahan amarahnya atas perlakuan tidak adil Belanda terhadap kaum pribumi. Berawal dari itu, Tan Malaka berusaha untuk terus melawan penjajahan Belanda dengan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia seratus persen. Dalam kehidupan pergerakannya, Tan Malaka bergabung dengan Partai Komunis Hindia yang kala itu berjalan dengan seadanya. Singkat cerita, Tan Malaka berhasil membuat Partai Komunis diperhitungkan Pemerintah Hindia Belanda sebagai partai pergerakan yang berbahaya. Tan Malaka terus meyaki...

Pertama

This is the first time! The first step! Pecah telur! Belah duren! Apapun istilahnya, inilah yang berhasil saya tulis pertama kali dalam blog ini. Saya ingin menulis lebih banyak lagi. Ingin menuangkan ide-ide lainnya. Sudah saatnya saya bukan hanya memperhatikan. Bukan hanya diam ataupun mengoceh sendiri. Saatnya menuangkannya! Untuk diri saya sendiri, Selamat!!!!