Aku adalah makhluk kenangan. Aku masih ingat syahdunya angin di pinggiran Mookervart di Kalideres. Sukar kali aku menyalakan rokok di sana. Namun, saat rokok itu menyala, satu hisapan, tahan sebentar, hempaskan. Fiuuh... Lega rasanya... Untuk sesaat. Maka akan kuulangi lagi perbuatan itu, sampai bosan kumenghisap, atau sampai kretekku habis. Lalu aku kan kembali lagi, merasakan kekosongan di tengah bisingnya truk tronton, klakson angkot, deru bis kota, dan kebisingan yang hanya ada di kepalaku.
"Akan kemana kalian pergi kawan? Aku ikut, kalau boleh."
"Masih adakah tempat untukku, kawan? Di mana saja, asal aku ikut."
Terang saja, tidak akan kudengar jawaban dari mereka, karena pertanyaan itu hanya ada di kepalaku. Tak sampai meluncur keluar dari mulutku yang biasanya lancar sekali meracau.
"Kawan, sampai jumpa lagi. Hubungi aku. Kalian tau aku makhluk setia, dan naif. Nomorku tak kan kuganti. Aku siap mendengar semua cerita kalian"
.....
Aku telah memvonis diriku sendiri sembuh dari kekosongan belasan tahun lalu itu. Relung hatiku sudah baru, dindingnya sudah menebal, yang kosong sudah kuisi dengan coran batu.
Namun Tak kusangka kekosongan itu menyeruak lagi. Aku tau rasa ini, aku masih hapal betul. Rasa sesaknya sungguh sama. Bahkan batu tak kuat lagi menambal. Ya Tuhan...
Rupanya ini karmaku, yang pernah pergi dengan melambai girang. Aku dibuat kembali, hanya untuk merasakan satu per satu kawan baruku pergi.
"Kawan, kali ini aku tidak akan meminta ikut. Ada yang harus kuselesaikan di sini."
"Kawan, sampai jumpa kembali. Semoga kau senantiasa bahagia. Aku harap kita bisa saling bercerita lagi, apapun itu. "
"Kawan, terima kasih atas tawa ini, kenangan ini, sungguh."
Mengenai hatiku, biarkan saja. Ini urusanku.
Komentar
Posting Komentar