Langsung ke konten utama

Ujian layaknya sebuah film

Saya sudah sering tahu kalau anak saya bakal ujian. Reaksi saya selalu "all is well", saya selalu yakin anak saya bisa melalui semua ujian di sekolah, karena tentu saja istri saya sudah menjadi fasilitator ulung bagi Si Palung. Masalahnya, kali ini saya harus menontonnya ujian langsung. Saya harus menonton anak saya berhadapan dengan gurunya, untuk menunjukkan seberapa hapalnya dia dengan Juz 30. Ujian tasmi' istilahnya. 

Dalam sebuah film, selalu ada bagian mengenai hal apa saja yang menjadi latar belakang konflik. Pada bagian ini, penonton masih bisa santai. Selanjutnya, sebelum bagian latar belakang ini masuk ke segmen konfliknya, penonton akan disuguhkan dengan adegan-adegan yang bisa jadi mendebarkan, atau bisa jadi bikin kesal, sampai-sampai kalau bisa skip aja nonton bagian ini. Langsung aja ke inti konfliknya, ke bagian paling seru.

Nah, pengalaman menonton ujian ini, buat aaya serupa nonton film. Di surat-surat awal anak saya lancar saja melantunkan hapalannya. Lalu saat beranjak mendekati konflik utama, saya ingin skip saja. Saya tau anak saya banyak lupanya di bagian ini. Saya tidak tega melihatnya kesusahan. Bahkan, saya tidak berani melihat anak saya. Saya hanya melihat mushaf saja, sambil cemas. Barulah saat sudah mencapai surat Al-Buruj saya berani menatap wajah anak saya lamat-lamat. Persis seperti saya tidak ingin ketinggalan semua adegan seru di konflik utama. Bagian mengkhawatirkan sudah lewat. 

Saya tidak membebankan hasil apapun ke anak saya, pun sama halnya dengan istri saya. Bagi kami, asalkan anak kami sudah berusaha semaksimal mungkin, itu sudah cukup. Bisa jadi kami dianggap sebagai orang tua tidak berambisi, dan tidak menularkan hal positif kepada anak kami. Terserah, itu kan pikiran orang lain. Hehe.. Yang jelas gini, dalam sebuah film, kita ga selalu terpaku sama endingnya kan? Sebagai penonton, kita akan selalu menilai mengenai latar belakang yang dibangun, penokohannya, konflik utamanya, dan banyak hal lainnya selain akhir dari film tersebut.

Untuk anak kami, yang pasti kami bangga dengan usaha yang diberikannya. Kami ingin agar bagaimanapun tantangannya, anak kami memberikan yang terbaik yang dia bisa. Setelah itu, mari bertawakal. 

Setelah ujian ini, kami pergi ke pujasera, kami nikmati segala usaha dan pencapaian ini. Mengenai hasilnya, biarkan menjadi ending yang terbuka. Konon film yang bagus itu memiliki ending yang terbuka supaya penonton bisa melanjutkan sendiri kisahnya sesuai imajinasi mereka. 😁😁




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sampai jumpa kembali...!

Alhamdulillah, saya patut bersyukur bahwa selama saya masuk di dunia kerja, saya bertemu dengan para atasan langsung yang luar biasa. Dedikasi dan kapabilitasnya sungguh sangat menginspirasi saya. Namun sebagaimana statistik, selalu saja ada pencilan. Harap dimaklumi.  Wawasan saya tentang atasan paling baik hanya terbatas pada Bu Evi Karmilah. Beliau adalah seorang veteran di bidang migas. Kalau tak salah dari pertama penempatan sampai jadi Kasi, beliau selalu di migas. Bukti kehebatan beliau adalah, beliau lah yang merancang hampir semua kertas kerja migas sampai akhirnya dilakukan penyesuaian oleh veteran lainnya, yaitu mas Yudi. Hidup yang terus bergerak maju akhirnya mengharuskan saya menembus batasan wawasan saya. Ternyata ada Kasi yang lebih hebat dari Bu Evi. Jika saja beliau mempunyai waktu yang sama dengan Bu Evi, saya yakin pengetahuan beliau akan melampaui Bu Evi. Tipe bekerjanya mirip, kecepatan pemahaman akan hal baru sangat cepat, biarpun tidak sampai sedetil Bu Evi....

Pemimpin itu...

lima nama yang saya idolakan sebagai pemimpin. 1. Tan Malaka Tan malaka adalah seorang pemberani dan seorang pemimpin pergerakan yang revolusioner. Bisa dibilang, saat itu Tan Malaka adalah seorang pemberontak yang sebenar-benarnya, karena sangat berani memperjuangkan nilai-nilai yang sangat dia yakini.  Dalam hal patriotisme, Tan Malaka adalah inspirasi saya. Karir pergerakan Tan Malaka dimulai dari pengalamannya saat menjadi guru bagi para buruh tebu. Tan Malaka kala itu tak mampu menahan amarahnya atas perlakuan tidak adil Belanda terhadap kaum pribumi. Berawal dari itu, Tan Malaka berusaha untuk terus melawan penjajahan Belanda dengan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia seratus persen. Dalam kehidupan pergerakannya, Tan Malaka bergabung dengan Partai Komunis Hindia yang kala itu berjalan dengan seadanya. Singkat cerita, Tan Malaka berhasil membuat Partai Komunis diperhitungkan Pemerintah Hindia Belanda sebagai partai pergerakan yang berbahaya. Tan Malaka terus meyaki...

Pertama

This is the first time! The first step! Pecah telur! Belah duren! Apapun istilahnya, inilah yang berhasil saya tulis pertama kali dalam blog ini. Saya ingin menulis lebih banyak lagi. Ingin menuangkan ide-ide lainnya. Sudah saatnya saya bukan hanya memperhatikan. Bukan hanya diam ataupun mengoceh sendiri. Saatnya menuangkannya! Untuk diri saya sendiri, Selamat!!!!